Organisasi Bentukan Jepang yang Bersifat Sosial Kemasyarakatan

Banyak organisasi konvoi didirikan selama era Jepang. Hal yang sama berlaku misalnya pada organisasi konvoi pada umumnya yaitu organisasi semi militer dan organisasi militer. Perkembangan organisasi gerakan selama pendudukan Jepang dijelaskan di bawah ini.

Terdapat perbedaan perkembangan organisasi gerakan antara masa penjajahan Belanda dan masa penjajahan Jepang yaitu organisasi pada masa penjajahan belanda pada umumnya organisasi gerakan yang ada dan berkembang didirikan oleh pejuang untuk rakyat indonesia. Namun pada zaman Jepang, banyak organisasi atau serikat pekerja yang didirikan dan didirikan di Jepang. Banyak di antara para pemimpin Indonesia mencoba memanfaatkan penjajahan Jepang untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan.

Mereka mempelajari sikap dan strategi mereka untuk bekerja dengan Jepang. Misalnya, Soekarno sudah siap menghubungi Jepang. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905.

Moh Hatta dan Syahrir, yang dikenal anti-fasisme, seharusnya berbalik melawan Jepang, tetapi keduanya mengembangkan taktik yang saling melengkapi. Mohammad Hatta mendekati posisi kooperatif dengan Jepang, sedangkan Syahrir akan membentuk "gerakan bawah tanah" (gerakan rahasia). Soekarno dan Mohammad Hatta bekerja sama untuk mengadopsi perilaku kooperatif dengan Jepang. Langkah ini diambil semata-mata untuk tujuan yang lebih penting, yaitu kemandirian.

Gerakan Tiga A

Untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia, Jepang membentuk serikat pekerja yang disebut Gerakan Tiga A (3A) pada tanggal 29 Maret 1942. Motto tersebut adalah Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon the Leader of Asia. Sebagai pimpinan Gerakan Tiga A, Departemen Propaganda Jepang (Sedenbu) diangkat menjadi ketua Pak Syamsuddin dengan bantuan beberapa tokoh lain seperti K. Sutan Pam Puncak dan Mohammad Saleh.

Sejak Mei 1942 asosiasi tersebut telah ditampilkan kepada warga melalui media. Dalam Gerakan Tiga A, subbagian Islam disebut "Persiapan Persatuan Umat Islam". Subbagian Islam dipimpin oleh Abikusno Cokrosuyoso.

Ternyata, meski dengan berbagai upaya, Gerakan Tiga A gagal meraih simpati publik. Pada bulan Desember 1942, Gerakan Triple-A dinyatakan gagal. Beberapa penyebab gagalnya Gerakan Tiga A tidak terjawab oleh masyarakat Indonesia yang menyadari bahwa Gerakan Tiga A diciptakan untuk Jepang dan Gerakan Tiga A hanya untuk kemaslahatan rakyat Indonesia.

Pusat Tenaga Rakyat (Putera)

Pusat Tenaga Rakyat atau Putera adalah sebuah organisasi yang didirikan pada tanggal 16 April 1943, oleh pemerintah Jepang di Indonesia dan dipimpin oleh empat orang Serangkai yaitu Ir. Soekarno M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan KH Mas Mansyur. Tujuan Putera adalah mengajak kaum nasionalis dan intelektual untuk terlibat. Selain mengemban tugas di bidang dakwah, Putera juga memiliki tugas untuk meningkatkan bidang sosial ekonomi.

Putera memiliki kepemimpinan pusat yang dikenal sebagai empat seri. Para pemimpin daerah kemudian berbagi secara serentak menggunakan tingkat daerah, yaitu Syu, Ken, dan Gun. Putera juga memiliki beberapa penasehat dari Jepang.

Mereka adalah S. Miyoshi, G. Taniguci, Iciro Yamasaki, dan Akiyama. Pada awal berdirinya, Putera cepat mendapat respon dari ormas-ormas yang ada. Putranya telah tumbuh dan menjadi lebih kuat. Putera berhasil mempersiapkan mentalitas rakyat untuk kemerdekaan Indonesia.

Pengaruh Putera tumbuh dan ini akhirnya menimbulkan kekhawatiran di pihak Jepang. Putranya telah digunakan oleh para pemimpin nasionalis untuk mempersiapkan kemerdekaan. Itu tidak digunakan sebagai bisnis untuk memobilisasi massa untuk membantu Jepang, dan karena itu Putera dideklarasikan dibubarkan oleh Jepang pada tahun 1944.

MIAI dan Masyumi

Jepang ingin lebih bersahabat dengan Islam di Indonesia, organisasi MIAI Islam yang relatif berpengaruh yang dibekukan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dihidupkan kembali pada tanggal 4 September 1942. MIAI diharapkan dapat memobilisasi umat Islam di Indonesia karena itu untuk mobilisasi perang, MIAI melakukannya baik. Kantor pusat awalnya di Surabaya dan kemudian dipindahkan ke Jakarta.

Tugas dan tujuan MIAI saat itu adalah menghadirkan umat Islam di kalangan warga negara Indonesia pada posisi yang tepat. Menyelaraskan Islam dengan tuntutan zaman. Untuk membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.

MIAI menyelenggarakan acara yang lebih fokus pada program sosial-keagamaan. Secara spesifik program-program tersebut dilaksanakan melalui perencanaan pembangunan Masjidil Haram di Jakarta, pendirian universitas, dan penciptaan iming-iming untuk ketiga program lampu hijau berbasis Jepang ini baru kali ketiga. MIAI tidak diberkati untuk membangun masjid dan universitas di Jepang karena acara MIAI diklasifikasikan sebagai tidak terkait dengan aktivitas Jepang pada saat itu.

Beberapa program MIAI juga membuat orang pintar karena Jepang kembali dan hanya menyetujui satu. Pada Mei 1943, MIAI berhasil membentuk Sidang Pemuda yang diketuai oleh Ir. Sofwan dan membangun Dewan Keputrian yang diketuai oleh Siti Nurjanah. Bahkan, dengan membagikan aktivitasnya, MIAI juga menerbitkan majalah bertajuk "Suara MIAI".

Jepang mulai memahami arah perkembangan MIAI. Akibatnya, MIAI tidak berkontribusi ke Jepang. Pada November 1943, MIAI dibubarkan. Jepang membangun Masyumi (Dewan Syura Muslim Indonesia) sebagai penggantinya. Ketua majelis ini adalah Hasyim Asy'ari dan wakil presiden membawahi Mas Mansur dan Wahid Hasyim.

Orang-orang yang ditunjuk untuk membimbing jemaah adalah Ki Bagus Hadikusumo dan Abdul Wahab. Masyumi menjadi wadah bertukar pikiran antar tokoh Islam sekaligus menjadi wadah penyampaian keluhan warga. Masyumi menolak perintah Jepang untuk menjadikannya sebagai kekuatan pendorong Romusa. Alhasil, Masyumi menjadi organisasi yang berjuang mempertahankan usaha patungan dan sikap berani para selebriti. Tokoh Islam inilah yang akhirnya diapresiasi oleh Jepang.

Jawa Hokkaido

Pada tahun 1944 situasi Perang Asia Timur Raya mulai berubah, pasukan Sekutu mampu mengalahkan tentara Jepang di beberapa tempat. Panglima Angkatan Darat ke-16, Jenderal Kumaikici Harada, mendirikan organisasi baru bernama Jawa Hokokai (Persatuan Ibadah Jawa). Pemerintah untuk kemenangan dalam perang. Konvensi yang dimaksud memuat tiga hal yaitu, pengorbanan diri, penguatan persaudaraan, bertindak dengan bukti.

Jawa Hokokai hingga kepemimpinan daerah sepenuhnya berada di tangan Jepang. Gunseikan, sedangkan pembimbingnya adalah Ir. Soekarno dan Hasyim Asy'ari. Daerah (syu / shu) itu dibawa ke daerah saya oleh Syucokan / Shucokandan dll dari Kuco, bahkan ke Gumi di bawah pimpinan Gumico. Jawa Hokokai misalnya, memiliki perangkat organisasi yang dapat digunakan mulai dari tingkat desa, dusun, hingga kecamatan (Gumi atau Tonari Gumi).

Mengenai program kegiatan Hokokai Jawa antara lain sebagai berikut, melaksanakan segala tindakan secara konkrit dan erat untuk kebaikan pemerintah Jepang. Pimpin gereja untuk menggunakan energinya berdasarkan semangat persaudaraan dan memperkuat pertahanan tanah air. Jawa Hokokai adalah organisasi inti yang anggotanya terdiri dari berbagai Hokokai (persekutuan ibadah), tergantung pada bidang profesional Kyoiku Hokokai (layanan untuk pelatih guru) dan konten Hokokai (tempat ibadah untuk dokter).

Jawa Hokokai juga memiliki anggota khusus seperti Fujinkai (organisasi perempuan) dan Keimin Bunka Shidosho (pusat kebudayaan). Untuk memenangkan perang tersebut, Jawa Hokokai melakukan upaya antara lain dengan mengerahkan energi dan mengerahkan potensi sosial ekonomi. Misalnya melalui pengumpulan hasil pertanian, sekaligus menggunakan tujuan yang telah ditentukan.

Organisasi Jawa Hokokai tidak berkembang di luar Jawa, sehingga tidak ada tempat bagi kelompok nasionalis di luar Jawa. Penguasa di luar Jawa, seperti Sumatera, berpendapat bahwa Sumatera memiliki banyak suku, bahasa, dan adat istiadat. Akibatnya sulit untuk membentuk organisasi yang besar dan terpusat karena hanya ada satu organisasi lokal di tingkat daerah, organisasi Jawa Hokokai juga mampu berkembang secara serentak sesuai keinginan Jepang.